Do It With Passion!

by prajuritkecil99
Yuhuuu.. ^-^

Ketemu lagi nih sama hari Senin. Hari yang konon katanya paling dibenci oleh kebanyakan orang di muka bumi ini, terutama para pekerja. Banyak alasannya, namun secara umum yang sering dikeluhkan ada dua. Pertama adalah macet, kedua karena hari Senin adalah awal dari hari kerja. Alasan yang cukup menggelikan menurut saya, terutama alasan yang kedua. Sehingga tak jarang timbul pertanyaan di benak saya, jika hari Senin jatuh pada hari libur masihkan mereka membencinya?

Saya pribadi sebagai seorang pelayan ~ yang notabene adalah pekerja ~ tidak termasuk dalam kategori kebanyakan orang yang membenci hari Senin tadi. Saya berani mengklaim seperti itu karena bagi saya semua hari adalah sama. Bahkan saya pernah berseloroh bahwa hari Senin adalah hari yang seharusnya dicintai karena hari Senin adalah awal dari hari Jumat yang dinanti. Hehe..

Mungkin karena selama ini saya ditugaskan di daerah yang bisa dibilang sepi, di kota kecil yang jauh dari ibu kota provinsi apalagi ibu kota negara sehingga tidak pernah merasakan yang namanya macet. Tempat kost pun tidak jauh dari tempat kerja sehingga bisa santai. Kalau masih mengantuk atau hari sepertinya mau hujan tapi belum mandi, jam enam lewat sedikit berangkat. Datang hanya untuk menyapa mesin handkey, demi tidak ada potongan absensi. Selanjutnya pulang, tidur lagi. Nanti balik lagi ke tempat kerja sekitar jam delapan lewat bahkan kadang jam sembilan. Begitulah. S-A-N-T-A-I. :-D

Jika saja terjadi sebaliknya, saya ditugaskan di daerah yang ramai, di kota-kota besar. Jarak tempat kost dan tempat kerja cukup jauh sehingga tiap hari harus bangun pagi-pagi sekali untuk kemudian saling berebutan, berdesak-desakan di dalam commuter line atau metro mini. Mungkin saya akan sama dengan mereka, termasuk ke dalam golongan atau mahzab yang mengutuk hari Senin. :p

Well.. terlepas dari itu, menurut saya mengapa sampai jamak orang membenci hari Senin ~ awal hari kerja mereka ~ yang ujung-ujungnya mereka jadi membenci pekerjaan mereka adalah karena tidak adanya passion dalam diri mereka. Malahan dalam contoh kasus di atas termasuk juga saya. Mereka dan saya jadinya sama saja. Pekerja yang tersandera dengan pekerjaannya.

Okelah saya memang tidak termasuk pekerja yang ikutan membenci hari Senin. Benar saya tidak menganggap bahwa setiap hari kerja saya adalah beban berat yang harus dihadapi. Tapi mau tak mau saya harus mengakui bahwa selama ini saya pun masih setengah hati dengan pekerjaan saya. Demikian faktanya. Betapa saya telah melanggar nilai-nilai yang telah diatur dan ditetapkan di tempat kerja saya khususnya nilai-nilai integritas dan profesionalisme. Dalam hal pelayanan, tak hanya sekali dua tapi cukup sering saya melanggar kode etik sebagai seorang pelayan. Akhirnya, sekali lagi saya menjadi sama dengan mereka. Pekerja yang tersandera dengan pekerjaannya. Bekerja mencari nafkah di tempat kerja milik negara atau milik orang lain dengan sedikit atau dengan sangat terpaksa. Harus rela korban perasaan bahkan mungkin korban harga diri. Menjalani interaksi yang tidak nyaman mulai dari rekan kerja yang menyebalkan sampai dengan pimpinan yang arogan, pelitnya minta ampun, cuek dan tidak mau peduli sama nasib bawahan.

Saya sendiri sebenarnya termasuk orang yang beruntung. Rekan kerja saya alhamdulillah baik semua bahkan beberapa sangat baik. Boss yang menjadi atasan langsung saya pun orangnya cukup baik, sering menghandle apa yang seharusnya menjadi tugas saya ketika saya sibuk ataupun santai. Tapi koq saya masih saja sering kelewat santai (kalau tidak mau dibilang malas) yaa? :p

Itu tadi, mungkin karena tidak adanya passion dalam diri saya terhadap pekerjaan yang saya miliki saat ini. Satu-satunya alasan saya dan juga mereka (golongan pembenci hari Senin) untuk tetap bertahan dengan pekerjaan yang ada saat ini adalah UANG atau NAFKAH.

Yaa, bagi sebagian orang mencari nafkah adalah urusan yang berat, meski dengan tetap menyadari bahwa itu sudah menjadi tugas dan tanggung jawabnya. Maka tak heran jika banyak orang yang harus jungkir balik dan menderita, termasuk harus rela korban perasaan dan bahkan korban harga diri, dalam rangka memenuhi tugasnya sebagai pencari dan pemberi nafkah bagi keluarga. Mungkin dengan begitu mereka bisa mendapatkan gaji dan fasilitas yang lebih baik, tapi saya yakin tidak semua dari mereka bisa memperoleh kebahagiaan. Alhasil, mereka pun masih saja membenci hari Senin dan bersuka cita ketika hari Jumat tiba. Buktinya bisa dilihat dari banyaknya postingan atau status di media chatting dan jejaring sosial seperti "Damn, I Hate Monday!" dan "Thanks God, it's Friday!". :p

Semua itu tak akan terjadi jika mereka (termasuk juga saya) dapat bekerja dengan passion. Karena dengan adanya passion dalam diri kita akan selalu memunculkan semangat yang menggelora dalam melaksanakan apapun yang dikerjakan.

Salah satu cara (yang menurut saya gampang-gampang susah) agar kita dapat bekerja dengan passion adalah kita memulai dengan mengerjakan hal-hal yang menjadi kegemaran kita. Semacam hobi lah. Misal ada yang hobi fotografi bisa mencari nafkah sebagai fotografer. Yang hobi menulis bisa terus berlatih agar menjadi penulis profesional. Atau yang senangnya kepo bisa daftar jadi detektif atau agen spionase. Dan banyak lagi yang lainnya. Hehe..

Ketika hobi itu sudah menjadi sumber penghasilan kita, maka UANG bukan lagi menjadi faktor utama yang akan membuat kita sampai terpaksa untuk tetap bertahan di satu pekerjaan demi mendapatkannya. Tak peduli hari apapun, (bahkan) mungkin tak perlu memusingkan berapapun penghasilan yang akan kita terima dari pekerjaan itu, kita akan tetap enjoy dengan apa yang kita kerjakan. Kita mencintai pekerjaan tersebut karena kita suka. Itu saja.

Saya jadi teringat dengan kakak dan adik saya. Keduanya punya hobi yang sama, memelihara burung. Ceritanya sewaktu saya pulang kampung setelah mengikuti pelatihan di Jakarta sekitar dua bulan lalu. Saat itu saya tersesat di Kota Malang ketika sedang mencari alamat agen travel yang diberikan oleh sahabat saya. Alamat yang saya cari di Jalan Bendungan Sigura-gura, di seputaran ITN. Tapi saya tidak tahu pasti posisi saya saat itu berada di mana dan saya juga bingung mau lewat mana. Akhirnya saya telpon adik saya yang sedang berada di rumah istrinya di daerah Mergosono. Setelah diajak mampir dulu ke rumahnya, ngopi, akhirnya saya berhasil diantarkan sampai ke tempat tujuan. Pulangnya saya diajak ke Pasar Splendid, tempat wisata satwa yang terkenal di seantero Malang Raya. Di situ saya bertemu dengan kakak saya yang baru pulang dari alun-alun Kota Batu bersama keluarganya. Ternyata adik dan kakak saya memang sudah janjian untuk bertemu di Pasar Splendid. Saya diajak berkeliling mengitari hampir seluruh area pasar. Melihat-lihat burung. Saya sempat heran dan sedikit jengkel. Bagaimana tidak. Di satu stan saja bisa menghabiskan waktu dua puluh sampai tiga puluh menit jongkok-berdiri-jongkok-berdiri hanya untuk mengamati satu burung. Jika ditotal secara keseluruhan entah menghabiskan waktu berapa jam. Tapi mereka enjoy saja dan seolah cuek dengan ketidakbetahan saya. Apalagi kalau ada burung yang disukai dan sekiranya nanti bakalan 'jadi' menurut pengamatan mereka. Sudah. Dipantengin terus burung itu sampai lama. Tiap gerakannya dipantau dengan seksama. Bahkan bulu dan kotorannya diamati juga! Setelah itu ditanya ke penjualnya, "Piroan regane iki Sam?"¹. Si penjual pun menjawabnya, "Sewu limangatus Sam. Osi kurang sitik"²

"Edaaan!" Gumam saya dalam hati. Burung jelek begitu, kecil, nggak ada suaranya dijual 1.5 juta rupiah. Dan ketika saya menyatakan keheranan saya kepada mereka, bisa ditebak, mereka menjawabnya dengan jawaban yang (menurut saya) klise, "Koen nggak ngerti manuk sih!"³. Jika sudah begitu saya pun hanya bisa diam seribu bahasa. :p

Begitulah..

Mereka bisa enjoy menghabiskan waktu berjam-jam bahkan kadang seharian hanya untuk mengamati burung karena itu hobi mereka. Karena yang mereka lakukan itu sesuai dengan passion mereka. Maka tak heran ketika di rumah, ngobrol dengan bapak, saya banyak mendapat cerita yang positif tentang hobi mereka. Kata bapak, adik saya itu pintar dalam hal dunia per-burung-an. Dia bisa sangat telaten saat memeliharanya bahkan cukup ulet ketika memperjualbelikannya. Baru-baru ini dia dapat untung yang lumayan. Burung yang dibelinya seharga 750 ribu rupiah, setelah dipelihara sekitar dua bulan dijual kembali laku dua kali lipatnya.

Bagi saya tidak masuk akal jika diperhitungkan dengan biaya yang telah dikeluarkan selama dua bulan untuk memeliharanya. Belum lagi tenaga yang dikeluarkan untuk merawatnya. Setiap pagi dimandikan dan dijemur, sangkar dan tempat buangan kotorannya dibersihkan. Dibawa ke teman-temannya sesama penggemar burung dengan harapan burung itu dapat bersosialisasi dan tidak malu-malu untuk berkicau nantinya. Betapa merepotkan dan menurut saya bisa dibilang malah untungnya menjadi tidak seberapa. Tapi toh dia tetap enjoy dan terlihat sangat menikmati apa yang dikerjakannya. Sekali lagi itu karena adanya passion dalam dirinya.

Lantas menjadi pertanyaan saya dan mungkin sebagian besar dari kita. Lha, kalau penghasilan dari hobi yang saya kerjakan tersebut tidak cukup untuk menafkahi diri saya sendiri dan keluarga, bagaimana?

Itu memang bisa terjadi. Dan itu adalah hal yang lumrah. Tapi kita tidak boleh lupa bahwa apapun yang kita tekuni secara serius, fokus, penuh komitmen dan konsisten ~ pendek kata jika semua itu kita lakukan dengan passion ~ maka suatu saat nanti itu akan bisa menjadi penopang hidup kita dari segi finansial. Insya Allah.

Koq bisa?

Yaa bisa saja. Karena begitu kita menekuni sesuatu secara serius, fokus, penuh komitmen dan konsisten maka secara perlahan dan meyakinkan kita akan menjadi orang yang ahli di bidang tersebut. Dalam skala yang luas nanti orang akan mengakui keahlian dan kepakaran kita. Dan ketika pengakuan itu sudah ada, maka orang akan bersedia membayar 'jasa' kita dengan sangat layak. Sudah ada buktinya dari kedua sahabat saya. Seorang telah menjadi entrepreneur yang cukup sukses karena hobinya di bidang crafting dan seorang lagi selain crafting juga sedang menekuni dan insya Allah cukup sukses juga berbisnis kue kering dan busana muslimah. :-)

Terus terang saya iri terhadap mereka. Bukan iri (dalam artian negatif) dengan keberhasilannya, tapi karena hingga saat ini saya belum atau tidak bisa seperti mereka. Keluar dari zona nyaman yang sebenarnya tidak aman ini (bekerja jadi pelayan ikut negara atau ikut orang lain) untuk kemudian menciptakan sendiri zona nyaman sekaligus aman versi mereka. Bahkan tak sekedar berbisnis, dengan passion yang dimilikinya mereka juga berbagi dan berdakwah! Dua hal ini yang saya irikan dari mereka.

Bagaimana dengan Anda? :-)



Do It With Passion

"Berapa harganya ini Mas?"¹ 
"Seribu lima ratus (maksudnya 1.5 juta) Mas. Bisa kurang dikit"² 
"Kamu tidak mengerti tentang burung!"³ 



monggo dishare ^-^
 
Copyright © 2014 - prajuritkecil99™ - Powered by Blogger
Template by Creating Website - Published by Mas Template