Kumis, Tarawih Perdana dan Sepenggal Kisah Perjalanan

by prajuritkecil99
Kumis

Sudah dua pekan ini saya memelihara kumis. Saat gelaran World Cup 2014 dimulai, lebih tepatnya ketika Chile menghantam Australia dengan skor 3-1, sejak saat itu saya niatkan untuk memanjangkan kumis yang saya punyai.

Bukan tanpa sebab, namun juga bukan karena salah satu tim jagoan saya menang yang menjadi alasan mengapa saya memelihara kumis. Bahkan kalau boleh jujur sebenarnya saya kurang suka melakukannya, kelihatan tua menurut saya. Sedikit terpaksa. Tapi setelah saya pikir setengah matang, toh tak ada salahnya untuk dicoba. B-)

Berawal dari seringnya mendapatkan perlakuan 'kurang adil' dan 'kurang dianggap' ketika sedang berbelanja atau saat sedang mengantri, pun ketika sedang dalam proses mengurus sesuatu. Entah hanya perasaan saya saja ~ yang kadang cukup sensi ~ namun kenyataan menunjukkan demikian. Ketika mengurus sesuatu sering nggak dianggap, malah dikira main-main. Saat mengantri kadang diserobot karena dikiranya hanya anak kecil, nggak akan melawan. Demikian juga saat berbelanja. Tapi khusus untuk yang berbelanja ini sebenarnya dalam beberapa kasus tak jarang saya merasa 'diuntungkan' dengan tampang saya yang imut. Kalau saya tanya direspon dengan cukup baik, diantar dan ditunjukkan di mana tempatnya. Disapa dengan panggilan khas untuk para pemuda "cowok". Tapi.. ini hanya terjadi jika dan hanya jika si pramuniaga adalah cewek, ABG dan masih single. :p

Dan setelah saya putuskan untuk memelihara kumis, hasilnya adalah.. eng ing eng. BERANTAKAN! x_x

Tapi terus terang ada 'manfaatnya' juga sih menurut saya. Pada saat mengantri dan bertransaksi di ATM, SPBU atau di toko swalayan, sudah tidak pernah diserobot lagi. Kalau menanyakan sesuatu entah si pramuniaga masih ABG atau sudah dewasa, laki-laki atau perempuan, langsung direspon dan dijawab dengan sopan serta dilayani dengan sangat baik. Mungkin karena kebetulan orang-orang tersebut adalah orang-orang yang memang baik, sehingga tidak ada kaitannya kesopanan mereka dengan kumis saya. Allahu A'lam. Yang jelas di antara mereka yang biasanya berinteraksi dengan saya menunjukkan adanya perubahan setelah melihat penampakan baru saya. Rata-rata jadi lebih segan dan yang biasa menyapa dengan panggilan "cowok" atau "mas" kini berubah menjadi "pak" termasuk beberapa tamu yang saya layani di tempat kerja, meskipun tak sedikit di antara mereka yang nampak canggung saat mengatakannya. Mungkin bagi mereka saya jadi terlihat lucu tur wagu¹, kecil imut tapi berkumis cukup lebat. Harap maklum sobat dan jangan salahkan saya kalau ternyata sampai di usia 30++ ini saya masih terlihat awet muda dan imut. Jujur semula saya juga nggak merasa demikian tapi karena banyak yang bilang begitu akhirnya saya percaya juga. Haha! :p

Sebenarnya bukan karena ingin disegani ataupun untuk dipanggil "pak" tujuan saya memelihara kumis. Bukan pula karena saya ingin dihargai dan dihormati karena kita semua pasti sama tau bahwa supaya dihargai dan dihormati orang lain kita harus terlebih dahulu menghargai dan menghormati mereka, bukan dengan memanjangkan kumis. Saya hanya tidak ingin mendapat perlakuan yang berbeda dengan yang lain, apalagi pembedaan ini 'merugikan' saya. Dan saya juga ingin 'dianggap ada'.

Anyway.. ngemeng-ngemeng tentang kumis nih, sobat boleh percaya boleh tidak, dari hasil googling ada beberapa fakta unik dan menarik tentang kumis.

  • Kumis bersifat magnetis. Konon katanya pria berkumis menyentuh kumisnya 760 kali per hari.
  • Kumis semakin tumbuh cepat di musim semi dan musim panas dibandingkan musim gugur dan musim dingin.
  • Ikon kumis Burt Reynolds memiliki sekitar empat ribu penggemar di Facebook.
  • Kumis mampu menyerap 20 persen dari beratnya sendiri dalam bentuk cairan.
  • Kumis dianggap mampu memiliki daya pengaruh. Martin Luther King Jr dikenang sebagai salah satu orang Amerika berkumis paling berpengaruh dalam sejarah.

Hehehe.. menurut sobat bagaimana? :D


Tarawih Perdana dan Sepenggal Kisah Perjalanan

Sabtu kemarin saya pulkam. Bukan ke kampung halaman tercinta saya ~ Malang ~ tapi ke kampung halaman istri di Limboto, Kabupaten Gorontalo. Sekira 160 KM lah dari tempat kerja saya di Marisa, Kabupaten Pohuwato. Kebetulan istri pulkam duluan satu pekan sebelumnya karena adiknya baru saja melahirkan, sekalian beberes rumah yang berantakan karena sedang direhab. Chaca dan Zhie juga ikutan, mereka sudah libur sekolah. Jadilah saya menjomblo untuk sementara waktu di kost-kost-an. x_x

Kurang lebih jam setengah delapan pagi saya mulai berangkat. Setelah sarapan biskuit crackers dan segelas air mineral. Oh iya, saya puasa ramadhan-nya ikut pemerintah, mulai hari Ahad tanggal 29 Juni 2014. Kalau istri dan keluarganya ikut fatwa Muhammadiyah, sejak sehari sebelumnya. Dan Sabtu malam kemarin jadilah saya tarawih perdana di ramadhan tahun ini. Di masjid dekat rumah, yang tak banyak berubah kondisinya. Jamaahnya pun sebagian besar orang yang itu-itu juga, namun alhamdulillah sedikit bertambah. Hanya mungkin karena lama tak berjumpa, mereka nampak sedikit asing bagi saya pun sebaliknya saya bagi mereka. Apalagi saya berkumis cukup lebat, maka tak sedikit yang sempat pangling dengan saya.

Ada satu hal yang menarik dari tarawih perdana saya. Sang imam sekaligus si penceramah baru kali itu saya melihatnya. Ceramahnya bagus, menguraikan maksud perintah puasa dari segi medis dan logika, meskipun sangat sedikit menukil ayat Al-Qur'an dan hadits. Bacaan surat pendeknya pun masya Allah indahnya. Tiap gerakan shalat insya Allah terpenuhi tuma'ninah-nya. Tidak seperti imam yang dulu-dulu, yang bacaan dan gerakan shalatnya sering 'ngebut'. Kalau sudah 'ngebut' begitu jadi teringat saat shalat tarawih di masjid tempat kerja sewaktu di Kota Gorontalo jaman dahulu kala. Jadi favoritnya anak-anak muda karena saking cepatnya. Saat di masjid sebelah baru selesai baca surat Al-Fatiha, di masjid tempat kerja saya tersebut sudah kembali start dua rakaat berikutnya.  :v

Sebagaimana beberapa jamaah di masjid dekat rumah yang pangling terhadap saya, seperti itulah saya dengan jalanan Trans Sulawesi dalam perjalanan pulkam kali ini. Cukup lama saya tidak menjelajahinya dengan sepeda motor. Sempat kikuk dan lupa sebagian arah belokan yang ada. Dulu sebelum istri dan anak-anak ikut ke Marisa setiap pekan saya melakukannya, sampai hafal termasuk tiap tanjakan dan turunannya. Hehe..

Kalau pulkam sendirian saya lebih senang naik sepeda motor daripada mobil travel. Pertama karena lebih hemat. Hanya dengan 65 ribu rupiah sudah full tank pertamax, cukup untuk pergi-pulang Limboto-Marisa. Kedua kalau naik sepeda motor bisa berhenti kapanpun dan di manapun saya suka. Bahkan kalau tidak sering singgah-singgah bisa sampai lebih dulu karena pada saat ada konvoi kendaraan-kendaraan besar, sepeda motor bisa menyalipnya memanfaatkan ruang sempit di kiri dan kanan jalan dengan leluasa. Ketiga ~ yang paling saya suka ~ bisa menikmati indahnya pemandangan yang ada juga mendengar suara alam dengan lebih nyata. Bisa membaui segala macam aroma. Udara segar, rerumputan basah, wangi bunga, bahkan bau kotoran ternak, bangkai busuk sampai gurih minyak kelapa dan jenang dodol juga ada. Semuanya silih berganti dengan asap dan debu jalanan menyesaki hidung dan rongga pernafasan. Pun demikian dengan hujan dan terik panas yang dirasakan. Kadang menyenangkan.

Seperti dalam perjalanan pulkam saya kemarin. Ketika berangkat, sejak di Mananggu sudah disambut gerimis. Di sepanjang Tilamuta panas. Seratus dua ratus meter memasuki Paguyaman hingga Boliyohuto dan Pulubala diguyur hujan deras. Beberapa kali mengalami selip dan hampir terjatuh karena jalanan penuh lumpur bercampur pasir sehingga sangat licin. Apalagi ban sudah 'gundul'. Berbeda dengan pulangnya, balik ke Marisa. Ban sudah diganti, rem sudah disetel pakem, cuaca tidak terik namun juga tidak hujan, jadinya berani ngebut hingga top speed 115 KM/Jam. Tapi jangan salah sangka sobat, saya hanya berani ngebut kalau jalanan benar-benar sepi dan belokan tidak terlalu tajam. :D


Dari jalanan kamu bisa mendapatkan pelajaran!

Mungkin sobat pernah mendengarnya. Bagi saya itu bukan sekedar mantra ataupun ungkapan basa-basi semata. Sungguh, dalam perjalanan kita bisa mendapatkan banyak pelajaran. Karena di jalanan banyak tersaji berbagai peristiwa. Mulai dari diri kita sendiri, pengendara lain, pejalan kaki, pun sesiapa dan sesuatu apa yang kita jumpai di sepanjang perjalanan. Bahkan kita bisa melihat berbagai gaya orang berkendara.

Mengenai gaya berkendara, saya sendiri termasuk yang suka ngebut. Tapi sekali lagi saya hanya berani ngebut jika jalanan benar-benar sepi dan belokan tidak terlalu tajam. Juga tidak memaksakan untuk menyalip jika keadaan tidak memungkinkan. Makanya saya rasa sah-sah saja jika saya jengkel dan marah dengan pengendara yang suka ngebut sembarangan dan suka memaksa mendahului kendaraan lain padahal nyata-nyata situasi dan kondisi tidak memungkinkan.

Saya pernah bahkan cukup sering berpapasan dengan kendaraan dari arah berlawanan yang memaksa untuk menyalip kendaraan di depannya. Padahal keadaan sangat tidak memungkinkan. Bisa dibilang dia tidak berhak untuk menyalip. Dari jauh sudah saya klakson dan beri lampu panjang, tapi tetap nekat. Akhirnya saya balas nekat juga. Saya tetap di jalur saya, tidak menghindar ataupun mengurangi kecepatan laju kendaraan. Pilihannya cuma dua, kalau saya beruntung dia pasti menyerah dan mengerem kendaraannya atau kalau saya tidak beruntung yaa saya ditabraknya. Konyol memang! Mau bagaimana lagi, sudah terlanjur jengkel dan marah. Tapi saya hanya berani nekat seperti itu kalau saya sedang berkendara sendiri, dan yang saya hadapi pun cuma kendaraan dinas atau kendaraan pribadi. Kalau angkot dan beberapa mobil travel saya tidak berani. Kadang mereka lebih nekat daripada saya, apalagi saat kepepet harus kejar setoran. :D

Dari jalanan kita juga bisa belajar untuk melihat dan menilai sesuatu tidak hanya dari satu sisi. Tanjakan yang kita lalui saat berangkat, akan menjadi turunan saat kita melewatinya pulang. Demikian juga dengan tiap belokan yang ada. Ke kanan saat kita berangkat, akan menjadi ke kiri ketika kita pulang. Pun sebaliknya. Padahal itu adalah belokan yang sama, tidak berubah, hanya dilihatnya dari sisi yang berbeda.

Sekali lagi, jalanan bisa memberikan banyak pelajaran buat kita. Pun jalanan lebih dari mampu untuk dapat mendewasakan kita.

So.. bagaimana dengan kisah perjalananmu, sobat? ^-^


Trans Sulawesi
pict by googling




lucu dan kaku/dianggap nggak oke dan cenderung katrok ¹
monggo dishare ^-^
 
Copyright © 2014 - prajuritkecil99™ - Powered by Blogger
Template by Creating Website - Published by Mas Template